Syekh Abdur Qadir Jailani adalah adalah imam yang zuhud dari kalangan sufi. Beliau lahir tahun 470 H di Baghdad dan mendirikan Tariqat al-Qadiriyah. Diantara tulisan beliau antara lain kitab Al-Fathu Ar-Rabbani, Al-Ghunyah li Thalibi Thariq Al-Haq dan Futuh Al-Ghaib. Tahun wafat beliau tercatat tahun 561 H bertepatan dengan 1166 M. Beliau adalah seorang yang shalih. Kapan dirunut ke atas dari nasabnya, ia masih keturunan dari Ali bin Abi Thalib. Nama lengkap beliau adalah Abu Shalih Sayidi Abdul Qodir bin Musa bin Abdullah bin Yahya Az-zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa Al-Juni bin Abdullah Al-Mahdhi bin Hasan al-Mutsana bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra. Jumlah karomah yang dimiliki oleh asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani banyak sekali: Syaikh Abil AbbasAhmad ibn Muhammadd ibn Ahmad al-Urasyi al-Jily:
Pada suatu hari, aku telah menghadiri majelis asy-Sayikh Abdul Qodir al-Jilani beserta murid-muridnya yang lain. Tiba-tiba, muncul seekor ular besar di pangkuan asy-Syaikh. Maka orang yang hadir di majlis itu pun berlari tunggang langgang, ketakutan. Tetapi asy-Syaikh al-Jilani hanya duduk dengan tenang saja. Kemudian ular itu pun masuk ke dalam baju asy-Syaikh dan telah merayap-rayap di badannya. Setelah itu, ular itu telah naik pula ke lehernya. Namun, asy-Syaikh masih tetap tenang dan tidak berubah keadaan duduknya. Setelah beberapa waktu berlalu, turunlah ular itu dari badan asy-Syaikh dan ia telah seperti bicara dengan asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani. Setelah itu, ular itu pun gaib. Kami pun bertanya kepada asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani tentang apa yang telah dipertuturkan oleh ular itu. Menurut beliau ular itu telah berkata bahwa dia telah menguji wali-wali Allah yang lain, tetapi dia tidak pernah bertemu dengan seorang pun yang setenang dan sehebat asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani.
Pada suatu hari, ketika asy-Syaikh sedang mengajar murid- muridnya di dalam sebuah majelis, seekor burung telah terbang di udara pada acara itu sambil mengeluarkan satu suara yang telah mengganggu acara itu.Maka asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pun berkata, "Wahai angin, ambil kepala burung itu." Seketika itu juga, burung itu telah
jatuh ke atas majelis itu, dengan kepala telah terputus dari badannya.
Setelah melihat kondisi burung itu, asy -Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pun turun dari kursi tingginya dan mengambil badan burung itu, lalu terhubung kepala burung itu ke badannya. Kemudian asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani telah berkata, "Bismillaahirrahmaanirrahim." Dengan segera burung itu telah hidup kembali dan terus terbang dari tangan asy-Syaikh. Maka Takjublah para hadirin di majlis itu karena melihat kebesaran Allah yang telah ditunjukkannya melalui tangan asy-Syaikh.
Telah diceritakan di dalam sebuah riwayat:
Pada suatu hari, di dalam tahun 537 Hijrah, seorang pria dari kota Baghdad (dikatakan oleh setengah perawi bahwa pria itu bernama Abu Sa'id 'Abdullah bin Ahmad bin' Ali ibn Muhammad al- Baghdadi) telah datang bertemu dengan asy-Syaikh Jilani, mengatakan, bahwa dia memiliki seorang anak dara cantik berusia enam belas tahun bernama Fatimah. Anak daranya itu telah diculik (diterbangkan) dari pada anjung rumahnya oleh seorang jin. Maka asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pun menyuruh pria itu pergi pada malam hari itu, ke suatu tempat bekas rumah roboh, di satu daerah lama di kota Baghdad bernama al-Karkh.
"Carilah bonggol yang kelima, dan duduklah di situ. Kemudian, gariskan satu lingkaran sekelilingmu pada tanah. Kala engkau membuat garis, ucapkanlah "Bismillah, dan pada niat asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani" Bila malam telah gelap, engkau akan didatangi oleh beberapa kelompok jin, dengan berbagai rupa dan bentuk. Janganlah engkau takut. Bila waktu hampir terbit fajar, akan datang pula raja jin dengan segala angkatannya yang besar. Dia akan bertanya hajatmu. Katakan kepadanya yang aku telah menyuruh engkau datang bertemu dengannya. Kemudian ceritakanlah kepadanya tentang kejadian yang telah menimpa anak perempuanmu itu. " Pria itu pun pergi ke tempat itu dan melaksanakan instruksi asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani itu. Beberapa waktu kemudian, datanglah jin-jin yang coba menakut-nakuti pria itu, tetapi jin-jin itu tidak berkuasa untuk melintasi garis lingkaran itu. Jin-jin itu telah datang bergantian, yakni satu kelompok setelah satu kelompok. Dan akhirnya, Datanglah raja jin yang sedang menunggang seekor kuda dan telah disertai oleh satu angkatan yang besar dan hebat rupanya. Raja jin itu telah menghentikan kudanya di luar garis lingkaran itu dan telah bertanya kepada pria itu, "Wahai manusia, apakah hajatmu?" Pria itu telah menjawab, "Aku telah diperintahkan oleh asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani untuk bertemu denganmu."
Begitu mendengar nama asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani diucapkan oleh pria itu, raja jin itu telah turun dari kudanya dan terus mencium bumi. Kemudian raja jin itu telah duduk di atas bumi, disertai dengan seluruh anggota rombongannya. Sesudah itu, raja jin itu telah menanyakan masalah pria itu. Pria itu pun menceritakan kisah anak daranya yang telah diculik oleh seorang jin. Setelah mendengar cerita pria itu, raja jin itu pun memerintahkan agar dicari si jin yang bersalah itu.Beberapa waktu kemudian, telah dibawa ke hadapan raja jin itu, seorang jin pria dari negara Cina bersama-sama dengan anak dara manusia yang telah diculiknya.Raja jin itu telah bertanya, "Mengapa engkau sambar anak dara manusia ini? Tidakkah kamu tahu yang dia ini berada di bawah naungan al-Quthb? " Jin pria dari negara Cina itu telah mengatakan yang dia telah jatuh berahi dengan anak dara manusia itu. Raja jin itu pula telah memerintahkan agar dikembalikan perawan itu kepada ayahnya, dan jin dari negara Cina itu pula telah dikenakan hukuman pancung kepala. Pria itu pun mengatakan rasa takjubnya dengan segala perbuatan raja jin itu, yang sangat patuh kepada asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani. Raja jin itu berkata pula, "Tentu saja, karena asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani bisa melihat dari rumahnya semua perilaku jin-jin yang jahat. Dan mereka semua sedang berada di sejauh-jauh tempat di atas bumi, karena telah lari dari sebab kehebatannya. Allah Ta'ala telah menjadikan asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani bukan saja al-Qutb bagi umat manusia, bahkan juga ke atas seluruh bangsa jin. "Telah bercerita asy-Syaikh Abi 'Umar' Utsman dan asy-Syaikh Abu Muhammad 'Abdul haqq al-Huraimy: Pada 3 hari bulan Safar, kami berada di sisi asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani Pada waktu itu, asy-Syaikh sedang mengambil wudu dan memakai sepasang terompah.Setelah selesai menunaikan shalat dua rakaat, dia telah bertempik dengan tiba-tiba, dan telah melemparkan salah satu dari terompah-terompah itu dengan sekuat tenaga sampai tak nampak lagi oleh mata. Setelah itu, dia telah bertempik sekali lagi, lalu melemparkan terompah yang satu lagi. Kami yang berada di situ, telah melihat dengan ketakjubannya, tetapi tidak ada seorang pun yang telah berani menanyakan maksud
semua itu. Dua puluh tiga hari kemudian, sebuah kafilah telah datang untuk mengunjungi asy-Syaikh 'Abdul Qadir al-Jilany. Mereka (yakni para anggota kafilah itu) telah membawa hadiah-hadiah untuknya, termasuk baju, emas dan perak. Dan yang anehnya, termasuk juga sepasang terompah. Bila kami amat-amati, kami lihat terompah-terompah itu adalah terompah-terompah yang pernah dipakai oleh asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pada satu masa dahulu. Kami pun bertanya kepada anggota-anggota kafilah itu, dari manakah datangnya sepasang terompah itu. Inilah cerita mereka:
Pada 3 haribulan Safar yang lalu, ketika kami sedang di dalam satu perjalanan, kami telah diserang oleh satu kelompok perampok. Mereka telah merampas semua barang-barang kami dan telah membawa barang-barang yang mereka rampas itu ke satu lembah untuk dibagi-bagikan di antara mereka. Kami pun berdiskusi sesama sendiri dan telah mencapai satu keputusan. Kami lalu menyerukan asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani agar menolong kami. Kami juga telah bernazar saat kami sudah aman, kami akan memberinya beberapa hadiah. Tiba-tiba, kami terdengar satu jeritan yang amat kuat, sehingga menggegarkan lembah itu dan kami lihat di udara ada satu benda yang sedang melayang dengan sangat laju sekali. Beberapa waktu kemudian, terdengar satu lagi suara yang sama dan kami lihat satu lagi benda seperti tadi yang sedang melayang ke arah yang sama.Setelah itu, kami telah melihat perampok-perampok itu berlari pontang-panting dari tempat mereka sedang membagi-bagikan harta rampasan itu dan telah meminta kami mengambil balik harta kami, karena mereka telah ditimpa satu kecelakaan. Kami pun pergi ke tempat itu. Kami lihat kedua orang pemimpin perampok itu telah mati. Di sisi mereka, ada sepasang terompah. Inilah terompah-terompah itu.
Telah bercerita asy-Syaikh Abduh Hamad bin Hammam:
Awalnya aku memang tidak suka kepada asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani. Meskipun aku adalah seorang saudagar yang paling kaya di kota Baghdad waktu itu, aku tidak pernah merasa tenteram atau berpuas hati.Pada suatu hari, aku telah pergi menunaikan shalat Jum'at. Ketika itu, aku tidak percaya pada cerita-cerita karomah yang dikaitkan pada asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani. Sesampainya aku di masjid itu, aku mendapati beliau telah banyak dengan jamaah. Aku menemukan tempat yang tidak terlalu ramai, dan kudapati benar-benar di depan mimbar. Di kala itu, asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani baru saja mulai untuk khutbah Jumat. Ada beberapa hal yang disentuh oleh asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani yang telah menyinggung perasaanku.Tiba-tiba, aku terasa ingin buang air besar. Untuk keluar dari masjid itu memang sulit dan agak mustahil. Dan aku dihantui perasaan gelisah dan malu, takut-takut aku buang air besar di sana di depan orang banyak.Dan kemarahanku terhadap asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pun bertambah dan memuncak. Pada saat itu, asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani telah turun dari atas mimbar itu dan telah berdiri di hadapanku. Sambil ia merasakan khutbah, beliau telah menutup tubuhku dengan jubahnya. Tiba-tiba aku sedang berada di satu tempat yang lain, yakni di satu lembah hijau yang sangat indah. Aku lihat sebuah anak sungai sedang mengalir perlahan di situ dan kondisi sekelilingnya sunyi sepi, tanpa kehadiran seorang manusia. Aku pergi membuang air besar. Setelah selesai, aku mengambil wudlu. Bila aku sedang berniat untuk pergi shalat, dan tiba-tiba diriku telah berada ditempat semula di bawah jubah asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani. Dia telah mengangkat jubahnya dan naik kembali tangga mimbar itu. Aku sungguh-sungguh merasa terkejut. Bukan karena perutku sudah merasa lega, tetapi juga kondisi hatiku. Segala perasaan marah, ketidakpuasan, dan perasaan-perasaan jahat yang lain, semuanya telah hilang. Setelah shalat Jum'at berakhir, aku pun pulang ke rumah. Di dalam perjalanan, aku menyadari bahwa kunci rumahku telah hilang. Dan aku kembali ke masjid untuk mencarinya. Begitu lama aku mencari, tetapi tidak aku temukan, terpaksa aku menyuruh tukang kunci untuk membuat kunci yang baru.Pada keesokan harinya, aku telah meninggalkan Baghdad dengan rombonganku karena urusan bisnis. Tiga hari kemudian, kami telah melewati satu lembah yang sangat indah. Seolah-olah ada satu sihir telah menarikku untuk pergi ke sebuah anak sungai. Barulah aku teringat bahwa aku pernah pergi ke sana untuk buang air besar, beberapa hari sebelum itu. Aku mandi di sungai itu.Ketika aku sedang mengambil jubahku, aku telah temukan kembali kunciku, yang rupa-rupanya telah tertinggal dan telah tersangkut pada sebatang dahan di situ. Setelah aku sampai di Baghdad, aku menemui asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani dan menjadi anak muridnya. Telah bercerita asy-Syaikh 'Adi ibn Musafir al-Hakkar: Aku pernah berada di antara ribuan hadirin yang telah berkumpul untuk mendengar pengajian asy-Syaikh. Ketika asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani sedang berbicara, tiba-tiba hujan turun dengan lebat. Beberapa orang pun berlari meninggalkan tempat itu. Langit kala itu sedang diliputi awan hitam yang menandakan hujan akan terus turun dengan lebat. Aku melihat asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani mendongak ke langit dan mengangkat tangannya serta berdoa, "Ya Robbi! Aku telah mengumpulkan manusia karenamu, apakah kini Engkau akan mengusir mereka dariku? " Setelah asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani berdoa, hujan pun berhenti.Tidak setetes hujan yang jatuh ke atas kami, pada hal di sekeliling kami hujan masih terus turun dengan deras.
Telah diceritakan di dalam sebuah riwayat:
Pada suatu hari, istri-istri asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani telah bertemu dan telah berkata, "Wahai suami kami yang terhormat, anak lelaki kecil kita telah meninggal dunia. Namun kami tidak melihat setitik air mata pun yang mengalir dari mata kekanda dan tidak pula kekanda menunjukkan tanda kesedihan. Tidakkah kekanda menyimpan rasa belas kasihan terhadap anak lelaki kita, yang merupakan sebagian darah daging kekanda sendiri? Kami semua sedang dirundung kesedihan, namun kekanda masih juga melanjutkan pekerjaan biasa kekanda, seolah-olah tidak sesuatu pun yang telah terjadi. Kekanda adalah pemimpin dan pelindung kami di dunia dan di akhirat. Tetapi jika hati kekanda telah menjadi keras sehingga tidak lagi menyimpan rasa belas kasihan, bagaimana kami dapat mengandalkan kekanda di Hari Pembalasan kelak? " Maka berkatalah asy-Sayikh Abdul Qodir al-Jilani "Wahai istri-istriku yang tercinta! Janganlah kamu semua menyangka hatiku ini keras. Aku menyimpan rasa belas kasihan di hatiku terhadap seluruh makhluk, sampai terhadap orang-orang kafir dan juga terhadap anjing-anjing yang menggigitku. Aku berdoa kepada Allah agar anjing-anjing itu berhenti menggigit, bukanlah karena aku takut digigit, tetapi aku takut nanti manusia lain akan melontar anjing-anjing itu dengan batu. Tidakkah kamu mengetahui bahwa aku mewarisi sifat belas kasihan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam, yang telah diutus Allah sebagai rahmat untuk sekalian alam? " Maka wanita-wanita itu telah berkata pula, "Kalau benar kekanda memiliki rasa belas kasihan terhadap seluruh makhluk Allah, sampai kepada anjing-anjing yang menggigit kekanda, kenapa kekanda tidak menunjukkan rasa sedih atas kehilangan anak lelaki kita yang telah meninggal ini? " Asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pun menjawab, "Wahai istri-istriku yang sedang berdukacita, kamu semua menangis karena kalian semua merasa telah berpisah dari anak lelaki kita yang kamu semua sayangi.Tetapi aku selalu bersama dengan orang-orang yang aku sayangi.Kamu semua telah melihat anak lelaki kita di dalam satu ilusi yang disebut dunia. Kini, dia telah meninggalkannya lalu pindah ke satu tempat yang lain. Allah telah berfirman (Surat al-adid, ayat 20): "dan tiadaklah kehidupan dunia ini melainkan hanyalah satu ilusi saja." Memang dunia ini adalah satu ilusi, untuk mereka yang sedang terlena.Tetapi aku tidak terlena - aku melihat dan waspada. Aku telah melihat anak lelaki kita sedang berada di dalam lingkaran waktu, dan kini dia telah keluar darinya. Namun aku masih dapat melihatnya. Dia kini berada di sisiku. Dia sedang bermain-main di sekelilingku, sebagaimana yang pernah dia lakukan pada masa dahulu. Sesungguhnya, jika seseorang itu dapat melihat Kebenaran melalui mata hatinya, sama dengan yang dilihatnya masih hidup atau sudah mati, maka Kebenaran itu tetap tidak akan hilang. " Telah diceritakan di dalam sebuah riwayat: Pada suatu hari, asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani berjalan-jalan dengan beberapa muridnya di padang pasir. Waktu itu hari sangat panas, dan mereka sedang berpuasa. Oleh itu mereka merasa letih dan dahaga. Tiba-tiba, sekelompok awan muncul, yang melindungi mereka dari panas terik matahari. Setelah itu, sebatang pohon kurma dan sebuah kolam air muncul di hadapan mereka. Mereka telah terpesona.Kemudian satu cahaya besar yang berkilauan, telah muncul dari celah awan di depan mereka dan kedengaranlah satu suara dari dalamnya yang telah berkata, "Wahai 'Abdul Qadir, akulah Tuhanmu. Makan dan minumlah, karena pada hari ini, telah aku halalkan untuk engkau apa yang telah aku haramkan untuk orang-orang lain. "Asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pun melihat ke arah cahaya itu dan berkata," Aku berlindung dengan Allah dari godaan setan yang terkutuk. " Tiba-tiba, cahaya, pohon kurma dan kolam itu semuanya hilang dari pandangan mata. Maka kelihatanlah Iblis di hadapan mereka dengan bentuk rupanya yang asli. Iblis bertanya, "Bagaimana kamu itu sebenarnya adalah aku?" Asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani telah menjawab, "Syariat itu sudah sempurna, dan tidak akan berubah sampai Hari Kiamat . Allah tidak akan mengubah yang haram kepada yang halal, meskipun untuk orang-orang yang menjadi pilihanNya (waliNya). " Maka Iblis pun berkata lagi untuk menguji asy-Sayikh Abdul Qodir al-Jilani "Aku telah mampu menipu 70 orang dari golongan as-salikin (yakni orang-orang yang menempuh jalan spiritual) dengan cara ini. Ilmu yang engkau miliki lebih luas dari ilmu mereka. Apakah hanya ini jumlah pengikutmu? Sudah seharusnya semua penduduk bumi ini menjadi pengikutmu, karena ilmumu menyamai ilmu para nabi. " Asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani menjawab, "Aku berlindung dengan Allah Yang Maha Mendengar, Yang Maha Mengetahui, dari engkau.Bukanlah karena ilmuku aku selamat, tetapi karena rahmat dari Allah, Agenda sekelian alam. " Aku pernah berada di antara ribuan hadirin yang telah berkumpul untuk mendengar pengajian asy-Syaikh. Ketika asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani sedang berbicara, tiba-tiba hujan turun dengan lebat. Beberapa orang pun berlari meninggalkan tempat itu.Langit kala itu sedang diliputi awan hitam yang menandakan hujan akan terus turun dengan lebat. Aku melihat asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani mendongak ke langit dan mengangkat tangannya serta berdoa, "Ya Robbi! Aku telah mengumpulkan manusia karenamu, apakah kini Engkau akan mengusir mereka dariku? " Setelah asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani berdoa, hujan pun berhenti. Tidak setetes hujan yang jatuh ke atas kami, pada hal di sekeliling kami hujan masih terus turun dengan deras.Telah diceritakan di dalam sebuah riwayat: Pada suatu hari, istri-istri asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani telah bertemu dan telah berkata, "Wahai suami kami yang terhormat, anak lelaki kecil kita telah meninggal dunia. Namun kami tidak melihat setitik air mata pun yang mengalir dari mata kekanda dan tidak pula kekanda menunjukkan tanda kesedihan. Tidakkah kekanda menyimpan rasa belas kasihan terhadap anak lelaki kita, yang merupakan sebagian darah daging kekanda sendiri? Kami semua sedang dirundung kesedihan, namun kekanda masih juga melanjutkan pekerjaan biasa kekanda, seolah-olah tidak sesuatu pun yang telah terjadi. Kekanda adalah pemimpin dan pelindung kami di dunia dan di akhirat. Tetapi jika hati kekanda telah menjadi keras sehingga tidak lagi menyimpan rasa belas kasihan, bagaimana kami dapat mengandalkan kekanda di Hari Pembalasan kelak? " Maka berkatalah asy-Sayikh Abdul Qodir al-Jilani "Wahai istri-istriku yang tercinta! Janganlah kamu semua menyangka hatiku ini keras. Aku menyimpan rasa belas kasihan di hatiku terhadap seluruh makhluk, sampai terhadap orang-orang kafir dan juga terhadap anjing-anjing yang menggigitku. Aku berdoa kepada Allah agar anjing-anjing itu berhenti menggigit, bukanlah karena aku takut digigit, tetapi aku takut nanti manusia lain akan melontar anjing-anjing itu dengan batu. Tidakkah kamu mengetahui bahwa aku mewarisi sifat belas kasihan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam, yang telah diutus Allah sebagai rahmat untuk sekalian alam? " Maka wanita-wanita itu telah berkata pula, "Kalau benar kekanda memiliki rasa belas kasihan terhadap seluruh makhluk Allah, sampai kepada anjing-anjing yang menggigit kekanda, kenapa kekanda tidak menunjukkan rasa sedih atas kehilangan anak lelaki kita yang telah meninggal ini? " Asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pun menjawab, "Wahai istri-istriku yang sedang berdukacita, kamu semua menangis karena kalian semua merasa telah berpisah dari anak lelaki kita yang kamu semua sayangi. Tetapi aku selalu bersama dengan orang-orang yang aku sayangi. Kamu semua telah melihat anak lelaki kita di dalam satu ilusi yang disebut dunia. Kini, dia telah meninggalkannya lalu pindah ke satu tempat yang lain. Allah telah berfirman (Surat al-adid, ayat 20): "dan tiadaklah kehidupan dunia ini melainkan hanyalah satu ilusi saja." Memang dunia ini adalah satu ilusi, untuk mereka yang sedang terlena. Tetapi aku tidak terlena - aku melihat dan waspada. Aku telah melihat anak lelaki kita sedang berada di dalam lingkaran waktu, dan kini dia telah keluar darinya. Namun aku masih dapat melihatnya. Dia kini berada di sisiku. Dia sedang bermain-main di sekelilingku, sebagaimana yang pernah dia lakukan pada masa dahulu.Sesungguhnya, jika seseorang itu dapat melihat Kebenaran melalui mata hatinya, sama dengan yang dilihatnya masih hidup atau sudah mati, maka Kebenaran itu tetap tidak akan hilang. " Telah diceritakan di dalam sebuah riwayat: Pada suatu hari, asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani berjalan-jalan dengan beberapa muridnya di padang pasir. Waktu itu hari sangat panas, dan mereka sedang berpuasa. Oleh itu mereka merasa letih dan dahaga. Tiba-tiba, sekelompok awan muncul, yang melindungi mereka dari panas terik matahari. Setelah itu, sebatang pohon kurma dan sebuah kolam air muncul di hadapan mereka. Mereka telah terpesona. Kemudian satu cahaya besar yang berkilauan, telah muncul dari celah awan di depan mereka dan kedengaranlah satu suara dari dalamnya yang telah berkata, "Wahai 'Abdul Qadir, akulah Tuhanmu.Makan dan minumlah, karena pada hari ini, telah aku halalkan untuk engkau apa yang telah aku haramkan untuk orang-orang lain. "Asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pun melihat ke arah cahaya itu dan berkata," Aku berlindung dengan Allah dari godaan setan yang terkutuk. " Tiba-tiba, cahaya, pohon kurma dan kolam itu semuanya hilang dari pandangan mata. Maka kelihatanlah Iblis di hadapan mereka dengan bentuk rupanya yang asli. Iblis bertanya, "Bagaimana kamu itu sebenarnya adalah aku?" Asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani telah menjawab, "Syariat itu sudah sempurna, dan tidak akan berubah sampai Hari Kiamat . Allah tidak akan mengubah yang haram kepada yang halal, meskipun untuk orang-orang yang menjadi pilihanNya (waliNya). " Maka Iblis pun berkata lagi untuk menguji asy-Sayikh Abdul Qodir al-Jilani "Aku telah mampu menipu 70 orang dari golongan as-salikin (yakni orang-orang yang menempuh jalan spiritual) dengan cara ini. Ilmu yang engkau miliki lebih luas dari ilmu mereka. Apakah hanya ini jumlah pengikutmu?Sudah seharusnya semua penduduk bumi ini menjadi pengikutmu, karena ilmumu menyamai ilmu para nabi. " Asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani menjawab, "Aku berlindung dengan Allah Yang Maha Mendengar, Yang Maha Mengetahui, dari engkau. Bukanlah karena ilmuku aku selamat, tetapi karena rahmat dari Allah, Agenda sekelian alam. " Aku pernah berada di antara ribuan hadirin yang telah berkumpul untuk mendengar pengajian asy-Syaikh. Ketika asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani sedang berbicara, tiba-tiba hujan turun dengan lebat. Beberapa orang pun berlari meninggalkan tempat itu. Langit kala itu sedang diliputi awan hitam yang menandakan hujan akan terus turun dengan lebat. Aku melihat asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani mendongak ke langit danmengangkat tangannya serta berdoa, "Ya Robbi! Aku telah mengumpulkan manusia karenamu, apakah kini Engkau akan mengusir mereka dariku? " Setelah asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani berdoa, hujan pun berhenti. Tidak setetes hujan yang jatuh ke atas kami, pada hal di sekeliling kami hujan masih terus turun dengan deras.Telah diceritakan di dalam sebuah riwayat: Pada suatu hari, istri-istri asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani telah bertemu dan telah berkata, "Wahai suami kami yang terhormat, anak lelaki kecil kita telah meninggal dunia. Namun kami tidak melihat setitik air mata pun yang mengalir dari mata kekanda dan tidak pula kekanda menunjukkan tanda kesedihan. Tidakkah kekanda menyimpan rasa belas kasihan terhadap anak lelaki kita, yang merupakan sebagian darah daging kekanda sendiri? Kami semua sedang dirundung kesedihan, namun kekanda masih juga melanjutkan pekerjaan biasa kekanda, seolah-olah tidak sesuatu pun yang telah terjadi. Kekanda adalah pemimpin dan pelindung kami di dunia dan di akhirat. Tetapi jika hati kekanda telah menjadi keras sehingga tidak lagi menyimpan rasa belas kasihan, bagaimana kami dapat mengandalkan kekanda di Hari Pembalasan kelak? " Maka berkatalah asy-Sayikh Abdul Qodir al-Jilani "Wahai istri-istriku yang tercinta! Janganlah kamu semua menyangka hatiku ini keras. Aku menyimpan rasa belas kasihan di hatiku terhadap seluruh makhluk, sampai terhadap orang-orang kafir dan juga terhadap anjing-anjing yang menggigitku. Aku berdoa kepada Allah agar anjing-anjing itu berhenti menggigit, bukanlah karena aku takut digigit, tetapi aku takut nanti manusia lain akan melontar anjing-anjing itu dengan batu. Tidakkah kamu mengetahui bahwa aku mewarisi sifat belas kasihan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam, yang telah diutus Allah sebagai rahmat untuk sekalian alam? " Maka wanita-wanita itu telah berkata pula, "Kalau benar kekanda memiliki rasa belas kasihan terhadap seluruh makhluk Allah, sampai kepada anjing-anjing yang menggigit kekanda, kenapa kekanda tidak menunjukkan rasa sedih atas kehilangan anak lelaki kita yang telah meninggal ini? " Asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pun menjawab, "Wahai istri-istriku yang sedang berdukacita, kamu semua menangis karena kalian semua merasa telah berpisah dari anak lelaki kita yang kamu semua sayangi. Tetapi aku selalu bersama dengan orang-orang yang aku sayangi. Kamu semua telah melihat anak lelaki kita di dalam satu ilusi yang disebut dunia. Kini, dia telah meninggalkannya lalu pindah ke satu tempat yang lain. Allah telah berfirman (Surat al-adid, ayat 20): "dan tiadaklah kehidupan dunia ini melainkan hanyalah satu ilusi saja." Memang dunia ini adalah satu ilusi, untuk mereka yang sedang terlena. Tetapi aku tidak terlena - aku melihat dan waspada. Aku telah melihat anak lelaki kita sedang berada di dalam lingkaran waktu, dan kini dia telah keluar darinya. Namun aku masih dapat melihatnya. Dia kini berada di sisiku. Dia sedang bermain-main di sekelilingku, sebagaimana yang pernah dia lakukan pada masa dahulu. Sesungguhnya, jika seseorang itu dapat melihat Kebenaran melalui mata hatinya, sama dengan yang dilihatnya masih hidup atau sudah mati, maka Kebenaran itu tetap tidak akan hilang. " Telah diceritakan di dalam sebuah riwayat: Pada suatu hari, asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani berjalan-jalan dengan beberapa muridnya di padang pasir.Waktu itu hari sangat panas, dan mereka sedang berpuasa. Oleh itu mereka merasa letih dan dahaga. Tiba-tiba, sekelompok awan muncul, yang melindungi mereka dari panas terik matahari. Setelah itu, sebatang pohon kurma dan sebuah kolam air muncul di hadapan mereka. Mereka telah terpesona. Kemudian satu cahaya besar yang berkilauan, telah muncul dari celah awan di depan mereka dan kedengaranlah satu suara dari dalamnya yang telah berkata, "Wahai 'Abdul Qadir, akulah Tuhanmu. Makan dan minumlah, karena pada hari ini, telah aku halalkan untuk engkau apa yang telah aku haramkan untuk orang-orang lain. "Asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pun melihat ke arah cahaya itu dan berkata," Aku berlindung dengan Allah dari godaan setan yang terkutuk. "Tiba-tiba, cahaya, pohon kurma dan kolam itu semuanya hilang dari pandangan mata. Maka kelihatanlah Iblis di hadapan mereka dengan bentuk rupanya yang asli. Iblis bertanya, "Bagaimana kamu itu sebenarnya adalah aku?" Asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani telah menjawab, "Syariat itu sudah sempurna, dan tidak akan berubah sampai Hari Kiamat . Allah tidak akan mengubah yang haram kepada yang halal, meskipun untuk orang-orang yang menjadi pilihanNya (waliNya). " Maka Iblis pun berkata lagi untuk menguji asy-Sayikh Abdul Qodir al-Jilani "Aku telah mampu menipu 70 orang dari golongan as-salikin (yakni orang-orang yang menempuh jalan spiritual) dengan cara ini. Ilmu yang engkau miliki lebih luas dari ilmu mereka. Apakah hanya ini jumlah pengikutmu?Sudah seharusnya semua penduduk bumi ini menjadi pengikutmu, karena ilmumu menyamai ilmu para nabi. " Asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani menjawab, "Aku berlindung dengan Allah Yang Maha Mendengar, Yang Maha Mengetahui, dari engkau. Bukanlah karena ilmuku aku selamat, tetapi karena rahmat dari Allah, Agenda sekelian alam. "
Tidak ada komentar:
Posting Komentar